“99 Cahaya di Langit Eropa” adalah film drama religi tahun 2013 dari Indonesia. Film ini adalah film ke-40 yang dirilis oleh Maxima Pictures. Film drama ini diadaptasi dari novel berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Film ini merupakan film Maxima Pictures yang termahal, dengan anggaran melebihi Rp 15 miliar. Film ini mendapat pujian dari Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono saat pemutaran film perdana di Djakarta Theatre pada tanggal 29 November 2013.
Film ini mengisahkan pengalaman seorang jurnalis asal Indonesia yang sedang menemani suaminya menjalani kuliah doktorat di Vienna, Austria. Film ini mengisahkan bagaimana mereka beradaptasi, bertemu dengan berbagai sahabat hingga akhirnya menuntun mereka kepada jejak-jejak agama Islam di Benua Eropa yang dibawa oleh Bangsa Turki di era Merzifonlu Kara Mustafa Pasha dari Kesultanan Utsmaniyah.
Film “99 Cahaya Di Langit Eropa” ini, membuat saya terkesan melihat perjalanan sepasang tokoh yang selalu berjuang untuk memperoleh kesuksesan. kesuksesan yang dimaksudkan adalah kesuksesan meraih prestasi dalam pendidikan, pengetahuan, dan sejarah islam di Eropa. Selain dari pada itu, yang membuat kesan mendalam dari film tersebut adalah kecerdasan sutradara mengemas film tersebut dengan baik dan penuh teka-teki. Film ini di atur sedemikian rupa sehingga kekurangan- kekurangan yang ada menjadi tidak terlihat dan membuat setiap orang yang menonton film ini terpukau.
Film ini lebih seperti melihat ensiklopedi kemegahan Eropa dan sejarah Islamnya, kurang mengajak penonton untuk turut serta merasakan apa yang Hanum rasakan, sehingga cerita menjadi bias dan kosong. Konflik-konflik dalam cerita memang terlihat sengaja diangkat dan ditonjolkan, kemudian dibahas melalui sejumlah monolog Hanum, sehingga kurang memancing emosi penonton.
Pada beberapa adegan dalam film ini juga terlihat dipaksakan. Yang paling menggelikan, adalah adegan adzan di Menara Eifel. Adegan tersebut merupakan sesuatu yang aneh dan tidak perlu ditampilkan. Hal ini juga menjadi lebih aneh lagi dengan tata suara dan musik yang kurang sesuai dengan kondisi sebenarnya . Untungnya, kekurangan ini berhasil tertutupi oleh detil suguhan visual artistik suasana Eropa yang amat indah.
Di samping itu, hal yang mengganggu adalah dialog Hanum dengan Fatma dan Marion yang disajikan dalam Bahasa Indonesia bukan dengan Bahasa Jerman atau Bahasa Inggris. Penyajian dengan Bahasa Indonesia memang bertujuan agar penonton awam lebih mudah memahami. Namun ini dapat menjadi bumerang karena penonton akan mengira Fatma dan Marion juga berkewarganegaraan Indonesia, sama seperti Hanum. Masalah yang sama juga terjadi pada cara dialog Rangga dengan Stefan, Khan, maupun Maarja.
Film “99 Cahaya Dilangit Eropa” mempunyai pesan moral yang dapat dipetik oleh masyarakat, antara lain nilai-nilai ajaran agama khususnya Islam, hubungan sosial dan budaya , dimana islam menjadi merupakan minoritas di Negara Eropa. Selain itu secara tidak langsung penonton bisa mengetahui dan belajar banyak hal tentang segala informasi dari negara-negara yang ada di Eropa, mulai dari pemerintahannya, wisatanya, tempat-tempat bersejarah islam dan kebudayaannya.
Film yang diadaptasi dari Novel best seller tersebut sangat memotivasi dari segala sisi. Baik dari sisi keyakinan, pendidikan, kasih sayang, dan lain sebagainya. Film ini sangat layak ditonton oleh semua kalangan. Disamping itu, untuk umat muslim kita dapat mengetahui berbagai macam sejarah islam di Benua Eropa dan hidup bertoleransi antar umat beragama.
saya minta izin di copy ya :)
ReplyDelete